Selasa, 30 Desember 2008

Wisata “ ruang” Kota

Catatan dari jalan kaki sukarno hatta-kawi..

Kenyamanan berjalan kaki menyusuri ruang kota dengan suasana yang menarik, akan menjadi bagian penting dari ingatan/kenangan tentang suatu kota yang kita kunjungi. Wisata kota bukan berarti hanya berbelanja di tempat2 shopping center dalam gedung saja.

Malang yang punya semboyan “Tribina cita” (pendidikan, pariwisata dan industri) masih menyisakan wajah kota “kolonial” yang dahulu ditata apik oleh Thomas Karsten. Sebut saja Jalan Ijen, Bundaran Tugu (balai kota), kawasan Kayutangan adalah beberapa tempat yang masih bisa dirasakan nilai sejarahnya.

Jalan Wilis menjadi salah satu kawasan dengan aktifitas unik berupa pusat penjualan buku bekas di Malang, seharusnya bisa menjadi salah satu rute wisata kota yang menarik di lalui dengan berjalan kaki.. selain dekat dengan jalan ijen sebagai historical place dan Pulosari sebagai tempat kuliner, kawasan ini juga dekat dengan beberapa kampus sebagai pendukung “semboyan” kota pendidkan.

Tapi sayang, prasarana penunjang kenyamanan seperti jalur pedestrian tidak di perhatikan pada kawasan ini.. sangat tidak nyaman bagi pejalan kaki. Tidak adanya jalur pedestrian (trotoar) membuat kita terkadang harus berjalan pada bagian aspal jalan yang tentu saja berbahaya bagi keselamatan. Jika pemkot Malang serius dengan “tribina cita” seharusnya wisata2 “ruang” kota seperti ini menjadi perhatian, bukan terjebak pada penyediaan/pembangunan “mall” dan shopping center saja (karena kalo Cuma mall, kota2 lain juga punya yang lebih besar).

Kenyamanan yang dirasakan sangat berbeda bila kita berjalan di jalan Bandung -veteran dan kawasan Ijen Boulevard (masih d kota Malang), pada kawasan ini, berjalan kaki masih bisa di nikamati dengan jalur pedestrian yang aman dan rindangnya pepohonan..

Sudah semestinya kota-kota tumbuh dengan karakteristik yang dimilikinya.. bukan di seragamkan dengan bangunan-bangunan seperti shopping center yang bentuk/rupanya hampir sama di setiap kota. Nilai jual kota bukan hanya dilihat dari seberapa besar/banyak shopping center yang ada, tapi juga bagaimana citra/image yang tercipta dari karakteristik dan keunikannya, dari nuansa gerak antara kegiatan manusianya dengan massa pembentuk kota.

5 komentar:

tjahaju mengatakan...

are you really walk? ga nyangka.. masa sih? tnyata penggemar wisata backpackers jg to, coz i hate mall too.
btw,artikelny bagus mas,tema citra kota nya kyk TA ku kmaren..
eh lbih puas lg lho klo jalan2 d kota tua nya jkt,ato kampung lama d sby..he3x..my next trip, villa isola bandung :p

Unknown mengatakan...

suwe ndek t'bdait,mdhn bagus kabar de..hujan dan koofee memang bisa bikin akur apa aja..yang dahsyat,kita bahkan rela mendiplomasikan suntuk cuma buat nyender dan menghirup aroma koofee yang ritmik banget dengan ketukan2 hujan..thanks

khayalbox mengatakan...

tjahaju.. thanks y.. yah backpackers memang menyenangkan.. kpn2 deh ktemuan dimana, biar jalan bareng,, hehe
Amiq.. apa kabarmu? bagaimana jogya?
kangen lagu2 nte miq.. :)

yudix_19 mengatakan...

kak yal...? brembe ruen nani tata ruang kota praye. akan lari kemana tata ruang kota kita ini?

khayalbox mengatakan...

hehe masih gak jelas dik..
sepertinya perlu kekuatan politik untuk dapat membawanya ke arah lebih baik..
heran juga, kenapa para politisi selalu merasa paling berhak menentukan hal2 di luar kemampuannya.. :)